Selasa, 16 Desember 2014

CONTOH KASUS BISNIS AMORAL



Amoral dalam bisnis, kita sudah mengetahui bahwa amoral dalam bisnis merupakan tindakan dalam bisnis yang tidak berhubungan dengan moral.

Contoh kasus bisnis amoral :

1. penjual cabai yang mengharapkan laba atau keuntungan yang besar sehingga mereka melakukan tindakan bisnis amoral dengan cara mempermainkan timbangan. Contoh jika seorang ibu membeli cabai ke pedagang tersebut sebanyak 1 kg tetapi cabai yang di dapat oleh si ibu hanya 9 ons. Disini kesimpulannya ada tindakan bisnis amoral yang dilakukan oleh si pedagang cabai, si pedagang ingin mendapatkan laba atau keuntungan yang besar dengan cara tindakan yang tidak bermoral.

2. pemasaran adalah suatu proses pengenalan produk yang di jual kepad konsumen, namun disini ada juga tindakan amoral yang dilakukan, contoh seorang sales memperkenalkan produk perusahaannya, pada saat memperkenalkan produk tersebut, sampel yang di perkenalkan tidak sebagus dengan barang yang dibeli konsumen. Disini bisa dilihat ada tindakan kecurangan dalam berbisnis yaitu menipu konsumen dengan cara memperlihatkan sampel yang sedemikian perfect namun ketika si konsumen membeli produk tersebut, produk tersebut tidak sebagus seperti sampel yang diperkenalkan oleh sales.

Dari dua contoh kasus tersebut bisa dilihat tindakan bisnis amoral yang dilakukan untuk mendapatkan laba atau keuntungan yang besar namun melanggar etika dan moral.




TEORI BINIS AMORAL


Di postingan kali ini saya akan membahas tentang definisi, dan teori yang berkaintan dengan bisnis amora.

 Lalu apa sebenarnya arti kata amoral itu? Amoral bisa di artikan dengan sebuah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang karena kurangnya pengetahuan, memiliki kelainan atau belum cukup umur. 

Namun dalam istilah amoral dapat di definisikan sebagai :

Immoralism is a system that does not accept moral principles and directly opposes morality, while amoralism does not even consider the existence of morality plausible”

Yang artinya bahwa amoral tidak berhubungan dengan konteks moral , bisa dikaitkan dengan :
  • Tidak mempunyai relevansi etis
  • Tidak berkaitan dengan masalah moral
  • Bebas moral 


Lalu teori yang berkaitan dengan bisnis amoral

Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai.

Mitos Bisnis Amoral

Mitos bisnis amoral mengungkapan suatu  keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Keduannya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain.
Etika justru bertentangan dengan bisnis yang ketat, maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma, dan nilai-nilai moral. Bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.
Tidak sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi) harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Pemberitan, surat pembaca, dan berbagai aksi protes yang terjadi dimana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis yang tidak baik, menunjukan bahwa masih banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral.


Beberapa keberatan lain mengenai bisnis amoral:


Egoisme bisnis amoral adalah posisi yang bersifat bertentangan
Egosme ini menunjukkan pada konsep kepentingan diri sendiri yang tak konsisten.
Tuntutan normatif dalam amoralisme mengagungkan penyiksaan kapitalis.
Amoralitas dalam perusahaan bisnis menyalahgunakan gagasan maksimalisasi keuntungan.




SUMBER :




Minggu, 19 Oktober 2014

UMR, PRODUKTIVITAS, DAN ETIKA BISNIS

Di dalam dunia bisnis, pengupahan merupakan hal yang sewajarnya sebagai bentuk kompensasi atas kontribusi yang diberikan pekerja atau buruh kepada perusahaan. Jadi ketika perusahaan merekrut pekerja/ buruh yang diharapkan adalah pekerja/buruh tersebut dapat menjalankan serangkaian pekerjaannya untuk menghasilkan barang atau jasa yang mendukung kegiatan usaha sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan yang didapat dapat digunakan perusahaan untuk memberikan kompensasi berupa upah kepada pekerja/buruh.

Hal tersebut seiring dengan definisi upah pada uu no 13 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 30 tentang ketenaga kerjaan yang berbunyi :

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

Kontribusi pekerja kepada perusahaan dengan menjalankan pekerjaannya kemudian dapat disebut sebagai kinerja atau juga dapat disebut sebagai produktivitas. Semakin baik kinerja dan produktivitasnya maka sudah selayaknya pekerja/buruh mendapat upah yang lebih baik dibanding pekerja/buruh yang rendah kinerja dan produktivitasnya.

Pemerintah sebagai pihak yang independen, mengeluarkan Upah Minimum Regional (UMR) yang bertujuan untuk mengatur sistem pengupahan yang seharusnya diberikan oleh suatu perusahaan kepada para pekerja. Dari namanya saja sudah dapat diketahui bahwa upah minimum tersebut berbeda-beda pada masing-masing daerah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kultur sosial pada masing-masing daerah.

Telah dikatakan diatas bahwa pengupahan yang didasarkan pada UMR amatlah berkaitan dengan produktivitas seseorang. Menurut Dewan Produktivitas Nasional (DPN) didefinisikan secara filosofis sebagai sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini yang pada dasarnya harus memenuhi unsur efektifitas, efisien dan kualitas.

Produktivitas dipengaruhi oleh faktor-faktor baik tingkat makro, mikro maupun bagi tiap individu. Pada tingkat makro terdapat faktor stabilitas politik dan keamanan, kondisi sumber daya (manusia, alam dan energi), pelaksanaan pemerintah, kondisi infrastruktur berupa transportasi dan komunikasi, dan sosial dan budaya. Pada tingkat mikro, faktor internal meliputi sumber daya manusia, teknologi, manajemen dan struktur modal. Selain faktor internal terdapat juga faktor eksternal meliputi kebijaksaan pemerintah, kondisi politik, sosial, ekonomi dan hankam. Pada tingkat individu terdapat faktor sikap mental (budaya produktif), pendidikan, ketrampilan, kompetensi dan apresiasi terhadap kinerja.

Ukuran produktivitas biasanya didasarkan pada hasil dari Input (I) dibagi Output (O). Input dan output dalam produktivitas memiliki hubungan lurus atau sebanding, yakni semakin besar input dan semakin kecil output maka produktivitasnya semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Selain itu produktivitas juga dapat dideskripsikan sebagai berikut :
  • Produktivitas (P) naik apabila Input (I) turun, Output (O) tetap
  • Produktivitas (P) naik apabila Input (I) turun, Output (O) naik
  • Produktivitas (P) naik apabila Input (I) tetap, Output (O) naik
  • Produktivitas (P) naik apabila Input (I) naik, Output (O) naik tetapi jumlah kenaikan Output lebih besar daripada kenaikan Input.
  • Produktivitas (P) naik apabila Input (I) turun, Output (O) turun tetapi jumlah penurunan Input lebih kecil daripada turunnya Output.
Input yang berupa keahlian pekerja dalam mengolah sumber daya perusahaan dalam menghasilkan sebuah output berupa barang atau produk yang bernilai jual akan memperkuat daya saing perusahaan dalam pasar perdagangan yang kompetitif seperti saat ini. Perusahaan yang telah exist dalam pasar pastinya akan melebarkan sayapnya dengan melakukan ekspansi hingga dapat berdampak pada perluasan lapangan pekerjaan. Secara umum dapat dirinci sebagai berikut:
  • Keuntungan atau laba bagi para pemegang saham dan para investor.
  • Pekerjaan dan upah bagi para pekerja.
  • Barang-barang dan jasa-jasa yang berkualitas untuk para konsumen.
  • Pajak dan pendapatan-pendapatan lain untuk Pemerintah Daerah dan Negara


Sumber : http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/07/umr-produktivitas-dan-etika-bisnis.html

ETIKA UTILITARISME DALAM BISNIS


Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 – 1832). Adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi, dan legal secara moral. Utilitarianisme : asal dari kata Utilitas (U), yang berarti useful, yang berguna, yang berfaedah adalah, paham ini menilai baik atau tidaknya susila atau sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan faedah yang didatangkan.

Utilitarianisme (utilisme) sebagai suatu ilmu/paham pada garis besarnya dibagi atas dua jenis: utilisme individual, suatu paham yang menganggap bahwa seorang itu boleh bersikap sesuai dengan situasi yang menguntungkan dirinya. Jadi boleh berpura-pura hormat, bersikap menjilat asalkan perbuatan itu membawa keuntungan (guns) bagi individu. Jenis kedua utilisme social, pada prinsipnya hampir sama dengan utilitisme individu, bedanya karena yang dihadapi adalah umum, orang banyak. Demi untuk kepentingan orang banyak, tidak apa berdusta sedikit, tidak apa bersikap hormat, tidak apa bermulut manis dan sebagainya.
Kalau egoisme menilai baik atau burukaya. suatu tindakan berdasarkan baik atau buruknya tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi diri sendiri, maka utilitarianisme menilai baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang.

 
Ø  Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
  1. Manfaat , bahwa kebijakan atau tindakan tertentu dapat mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
  2. Manfaat terbesar, sama halnya seperti diatas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
  3. Pertanyaan mengenai manfaat, manfaatnya untuk siapa ? Saya, dia, mereka, atau kita. Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau  tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu. 
  4. Atas dasar ketiga kriteria tersebut, etika utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu: 
  • Tindakan yang baik dan tepat secara moral
  • Tindakan yang bermanfaat besar
  • Manfaat yang paling besar untuk banyak orang


Ø  Nilai Positif Etika Utilitarianisme
  • Rasionlitasnya : Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami. 
  • Universalitas : Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.

Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu:
  • Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitas
  • Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia.

Ø  Etika Ultilitarinisme sebagai Proses dan Standar Penilaian

Etika ultilitarinisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan. Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk mengetahui apakah tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan. Yang paling pokok adalah tindakan atau kebijakan yng telah terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.

Ø  Analisis Keuntungan dan Kerugian

Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dg semua orang yg terkait, shg analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pd keuntungan bagi perusahaan. 
  •  Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka Etika bisnis: keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yg dianalisis tidak dipusatkan pd keuntungan dan kerugian perusahaan.
  • analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dlm kerangka uang
  • analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.

Ø  Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dg Analisis keuntungan dan kerugian :

  • Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya. 
  • Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yg menyangkut aspek-aspek moral. 
  • Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang.

Ø  Kelemahan Etika Ultilitarinisme

  • Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena manfaat manusia berbeda yang 1 dengan yanag lainnya.
  • Persoalan klasik yang lebih filosofis adalah bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah menganggap serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindaakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat.
  • Etika ultilitarinisme tidak pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang
  • Variable yang dinilai tidaak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
  • Kesulitan dalam menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
  • Bahwa etika ultilitarinisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingn mayoritas. Yang artinya etika ultilitarinisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.
 
 
 
Sumber :